Thursday, June 13, 2019

Baby number 2 - first story

8 April 2019 itu hari pertama haid terakhir saya. 8 Mei 2019 saya tunggu si datang bulan tapi tak kunjung datang. Saya mulai deg2an. Saya coba beli test pack dekat puskesmas siang sepulang kantor. Dan jeng jeeeeeeng. Si garis 2 itu pun muncul namun masih samar.

Sorenya saat suami pulang kantor, saya kabari berita *kaget* ini. Suami hanya senyum senyum simpul antara senang dan bingung. Bingung mau senang atau sedih. Jarak kehamilan saya dengan anak pertama terpaut cukup dekat. Saat ini Rafif masih berusia 10 belan. Belum genap 1 tahun. Dan proses persalinan pertama adalah SC. Dimana jarak kehamilan berikutnya yang ideal adalah minimal 2 tahun. Suami lebih was was akan hal itu. Saya pun begitu.

2 minggu setelah itu, setelah melihat hasil test pack, saya dan suami memberanikan diri untuk periksa USG ke dokter. Saat ke dokter, hasil pemeriksaan USG masih berupa kantung. Belum tampak si jabang janin. Kamipun berdoa, Ya Allah jika memang ini rejeki kami, dan amanah baru kami yang mampu kami pikul, kami akan ikhlas tawakal menerimanya, sehatkanlah ia, tumbuh dan kembangkanlah ia dengan normal tanpa kurang satu apapun. Aamiin.

Seminggu setelah kontrol, saat saya sedang shalat isya, saya merasa ada yang keluar dari bagian bawah. Seperti haid. Seperti gumpalan. Setelah mengecek, benar saja, ada gumpalan sebesar hati ayam berwarna merah tua tampak di dalam celana dalam saya. Saat saya ambil gumpalan itu, saya panik. Apakah ini yang dinamakan keguguran? Saat itu sudah jam 11 malam. Saya coba tenang. Saya coba bangunkan suami dan membuatnya tenang. Saya pun mulai pakai pembalut dan tidur kembali disebelah Rafif.

Pagi nya, kebetulan hari itu hari Kamis, 30 Mei 2019, sedang tanggal merah. Saya kunjungi salah satu rumah sakit di bandung. Namun ternyata saat tanggal merah dokter kandungan tidak praktek. Saya disarankan untuk ke UGD. Di UGD, karena tidak ada mesin USG, dan dokter pemeriksanya dokter umum, saya hanya diresepkan penguat dan obat anti kontraksi dan disarankan untuk kembali besok.

Tidak puas dengan hasilnya, kami mencoba ke rumah sakit lain. Ternyata ada dokter kandungan yang praktek. Setelah antri dan dipanggil masuk, dokter mulai melakukan pemeriksaan dengan mesin USG. Di layar, masih tampak kantung dan bakal janin yang masih sangat kecil. Kata beliau, "kita coba selamatkan ya bu, akan saya resepkan obat penguat dan obat anti kontraksi. Selain itu, ibu harus bedrest ya bu. Jangan banyak beraktifitas."

Sepulang dari sana, saya coba buat bedrest. Ternyata tidak bisa. Rafif yang masih bayi, dan pengasuh yang sudah mulai cuti lebaran, saya terpaksa untuk tidak bedrest dan mengurus rafif. Gendong sana sini. Menuntunnya kesana kesini. Sungguh tidak bisa bedrest sesuai advise dokter. Pendarahan memang sudah berkurang, hanya keluar flek2 coklat seperti hari pertama haid.  La haulaa.

10 hari setelah kontrol kemarin, saat dini hari, saya kembali mengalami pendarahan. Kali ini lebih cair dan berwarna merah terang. Keluar sampai mewarnai seluruh celana yang saya pakai. Saya mulai panik. Kejadiannya selalu tengah malam atau dini hari. Terpaksa hari itu saya harus kembali kontrol ke dokter kandungan.

Setelah di cek, dokter bilang ada 2 kantung. Saya dan suami kaget. *HAH saya Hamil Kembar???* Di satu kantung sudah ada janin dan jantungnya sudah terlihat kembang kempis. Kantungnya pun bagus. Sehat. Di satu kantung yang lain masih belum terlihat jelas. Saya disarankan untuk kontrol 2 minggu kedepan. Dokter pun kembali hanya meresepkan obat penguat. Serta jangan terlalu banyak beraktifitas. *lagi-lagi tidak bisa saya lakukan. Hhhhhhh

Seterusnya, si flek itu selalu muncul. Kadang banyak. Kadang sedikit. Tapi warnanya tidak seterang 2 pendarahan sebelumnya. Saya benar benar khawatir. Akhirnya saya kembali kontrol. Saat kontrol. Alhamdulillah janin masih ada, berkembang dan denyut jantungnya masih bagus. Namun si kantung lainnya yang katanya kembar, tidak terlihat janin sama sekali. Kata dokternya, Mungkin pendarahan yang saya alami dari si kantung yang 1 yang tidak berkembang. Tapi bisa juga karena saya masih menyusui. Dokter menyarankan untuk segera menyapih anak pertama, supaya tidak merangsang kontraksi rahim sehingga terjadi pendarahan berulang. Hiks. Disitu saya mulai sedih.

Drama kehamilan kedua ini sungguh benar benar drama. Senang sedih muncul bersamaan. Pendarahan berulang dan flek terus menerus, cara menyapih rafif yang sangat sulit dilakukan, bedrest yang tidak bisa dikerjakan, sungguh membuat saya dilema.
Kami hanya berdoa semoga diberikan jalan terbaik dengan kondisi terbaik. Kami ikhlas, kami pasrah. Semoga semua berjalan baik baik saja.  Aamiin. Aamiin yaa robbal'alaamiin.
Bismillah...