Saturday, July 6, 2019

Diare

Jadi ibu itu belajar. Belajar akan banyak hal.
Sudah 4hr ini, apip diare. Sehari dia bisa buang air 7-9kali. Badannya lemas. Kurus seketika. Lemas. Lesu. Dan sangat menguras hati saat melihatnya. Hari pertama, apip sudah dibawa ke dokter. Tapi saat itu blm ada tanda diare. Apip dibawa ke dokter karena muntah yang berulang. Setiap makanan/susu yang masuk, dia muntah. Dokter hanya meresepkan obat anti mual, anti demam, cairan oralit, dan obat batuk.
Keesokan harinya, diare mulai muncul, siang 4x, malam 3x, begitu seterusnya sampai hari ini  hari ke 4. Saat hari ke 2 diare, apip sempat dilarikan ke UGD, namun apip hanya di tes lab dan diperbolehkan pulang. Karena hasil tes lab bagus dan tidak ada tanda dehidrasi. Dokter pun tidak meresepkan obat apapun.
Sepulang dari ugd, diare masih terus berlanjut.
Saya jadi sangat khawatir, saya terus menerus menangis, dan tidak bisa tidur.
Diare apip diperparah dengan kondisi dia yang sulit untuk makan dan minum. Tidak ada asupan gizi untuknya. Sekalipun gizi nya masuk, langsung keluar lagi dalam bentuk cairan berwarna kuning, dan ampas2 makanan yang tidak tercerna.
Semoga apip segera sembuh. Sehat ceria seerti sedia kala. Aamiin. Aamiin.

Thursday, June 13, 2019

Baby number 2 - first story

8 April 2019 itu hari pertama haid terakhir saya. 8 Mei 2019 saya tunggu si datang bulan tapi tak kunjung datang. Saya mulai deg2an. Saya coba beli test pack dekat puskesmas siang sepulang kantor. Dan jeng jeeeeeeng. Si garis 2 itu pun muncul namun masih samar.

Sorenya saat suami pulang kantor, saya kabari berita *kaget* ini. Suami hanya senyum senyum simpul antara senang dan bingung. Bingung mau senang atau sedih. Jarak kehamilan saya dengan anak pertama terpaut cukup dekat. Saat ini Rafif masih berusia 10 belan. Belum genap 1 tahun. Dan proses persalinan pertama adalah SC. Dimana jarak kehamilan berikutnya yang ideal adalah minimal 2 tahun. Suami lebih was was akan hal itu. Saya pun begitu.

2 minggu setelah itu, setelah melihat hasil test pack, saya dan suami memberanikan diri untuk periksa USG ke dokter. Saat ke dokter, hasil pemeriksaan USG masih berupa kantung. Belum tampak si jabang janin. Kamipun berdoa, Ya Allah jika memang ini rejeki kami, dan amanah baru kami yang mampu kami pikul, kami akan ikhlas tawakal menerimanya, sehatkanlah ia, tumbuh dan kembangkanlah ia dengan normal tanpa kurang satu apapun. Aamiin.

Seminggu setelah kontrol, saat saya sedang shalat isya, saya merasa ada yang keluar dari bagian bawah. Seperti haid. Seperti gumpalan. Setelah mengecek, benar saja, ada gumpalan sebesar hati ayam berwarna merah tua tampak di dalam celana dalam saya. Saat saya ambil gumpalan itu, saya panik. Apakah ini yang dinamakan keguguran? Saat itu sudah jam 11 malam. Saya coba tenang. Saya coba bangunkan suami dan membuatnya tenang. Saya pun mulai pakai pembalut dan tidur kembali disebelah Rafif.

Pagi nya, kebetulan hari itu hari Kamis, 30 Mei 2019, sedang tanggal merah. Saya kunjungi salah satu rumah sakit di bandung. Namun ternyata saat tanggal merah dokter kandungan tidak praktek. Saya disarankan untuk ke UGD. Di UGD, karena tidak ada mesin USG, dan dokter pemeriksanya dokter umum, saya hanya diresepkan penguat dan obat anti kontraksi dan disarankan untuk kembali besok.

Tidak puas dengan hasilnya, kami mencoba ke rumah sakit lain. Ternyata ada dokter kandungan yang praktek. Setelah antri dan dipanggil masuk, dokter mulai melakukan pemeriksaan dengan mesin USG. Di layar, masih tampak kantung dan bakal janin yang masih sangat kecil. Kata beliau, "kita coba selamatkan ya bu, akan saya resepkan obat penguat dan obat anti kontraksi. Selain itu, ibu harus bedrest ya bu. Jangan banyak beraktifitas."

Sepulang dari sana, saya coba buat bedrest. Ternyata tidak bisa. Rafif yang masih bayi, dan pengasuh yang sudah mulai cuti lebaran, saya terpaksa untuk tidak bedrest dan mengurus rafif. Gendong sana sini. Menuntunnya kesana kesini. Sungguh tidak bisa bedrest sesuai advise dokter. Pendarahan memang sudah berkurang, hanya keluar flek2 coklat seperti hari pertama haid.  La haulaa.

10 hari setelah kontrol kemarin, saat dini hari, saya kembali mengalami pendarahan. Kali ini lebih cair dan berwarna merah terang. Keluar sampai mewarnai seluruh celana yang saya pakai. Saya mulai panik. Kejadiannya selalu tengah malam atau dini hari. Terpaksa hari itu saya harus kembali kontrol ke dokter kandungan.

Setelah di cek, dokter bilang ada 2 kantung. Saya dan suami kaget. *HAH saya Hamil Kembar???* Di satu kantung sudah ada janin dan jantungnya sudah terlihat kembang kempis. Kantungnya pun bagus. Sehat. Di satu kantung yang lain masih belum terlihat jelas. Saya disarankan untuk kontrol 2 minggu kedepan. Dokter pun kembali hanya meresepkan obat penguat. Serta jangan terlalu banyak beraktifitas. *lagi-lagi tidak bisa saya lakukan. Hhhhhhh

Seterusnya, si flek itu selalu muncul. Kadang banyak. Kadang sedikit. Tapi warnanya tidak seterang 2 pendarahan sebelumnya. Saya benar benar khawatir. Akhirnya saya kembali kontrol. Saat kontrol. Alhamdulillah janin masih ada, berkembang dan denyut jantungnya masih bagus. Namun si kantung lainnya yang katanya kembar, tidak terlihat janin sama sekali. Kata dokternya, Mungkin pendarahan yang saya alami dari si kantung yang 1 yang tidak berkembang. Tapi bisa juga karena saya masih menyusui. Dokter menyarankan untuk segera menyapih anak pertama, supaya tidak merangsang kontraksi rahim sehingga terjadi pendarahan berulang. Hiks. Disitu saya mulai sedih.

Drama kehamilan kedua ini sungguh benar benar drama. Senang sedih muncul bersamaan. Pendarahan berulang dan flek terus menerus, cara menyapih rafif yang sangat sulit dilakukan, bedrest yang tidak bisa dikerjakan, sungguh membuat saya dilema.
Kami hanya berdoa semoga diberikan jalan terbaik dengan kondisi terbaik. Kami ikhlas, kami pasrah. Semoga semua berjalan baik baik saja.  Aamiin. Aamiin yaa robbal'alaamiin.
Bismillah... 

Saturday, March 30, 2019

Roseola oh Roseola

27 Maret 2019 Rafif tepat berusia 9 bulan. Pun tepat harus imunisasi campak. Tapi sayang.... Tepat dihari ulang bulannya dia tiba2 demam. Demamnya tidak main-main. Mendadak suhu tubuhnya naik sampai 40derajat celcius. Saya panik. Saya coba menenangkan diri sambil menunggu suami pulang. Saat itu pukul 3 sore.
Setelah suami pulang, saya langsung bercerita dengan khawatir dan panik dan langsung mengajak pergi ke rumah sakit. Setibanya disana, dokter menyatakan bahwa bila anak tiba2 demam tinggi mendadak biasanya disebabkan oleh infeksi Virus. Tapi untuk meyakinkan lebih baik dilakukan pemeriksaan lab yaitu darah rutin.
Setelah setuju untuk dilakukan pemeriksaan lab dan keluar hasilnya, semua menunjukkan angka normal. Kesimpulan sementara rafif tidak terkena infeksi bakteri maupun DBD. Dokter hanya meresepkan obat penurun panas dan imun drop untuk daya tahan tubuhnya. Serta menyarankan untuk kontrol di hari ke3.
Hari ke 2, rafif masih terus demam tinggi. Saya coba kasihkan obat penurun panasnya, turun. Namun saat efek obatnya hilang, rafif kembali demam tinggi. Begitu seterusnya sepanjang hari. Tapi alhamdulillah dia masih mau makan dan menyusu. Hanya sedikit rewel ketika mulai demam.
Hari ke 3 saat jadwal kontrol, rafif masih juga demam. Saya dan suami akhirnya memutuskan untuk kontrol ke rumah sakit. Disana rafif kembali dilakukan cek darah namun lebih lengkap. Ada NS1 dengue dan CRP. Namun lagi2 hasilnya bagus semua. Dengue negatif, CRP pun negatif. Dokter malah memberikan resep antibiotik dan 2 macam vitamin.
Kamipun pulang dengan banyak pertanyaan. Rafif sebenarnya sakit apaaa.
Keesokan harinya hari ke 4, demam rafif mulai turun tanpa pemberian obat penurun panas dan antibiotik. Alhamdulillah. Tapi di wajah, perut, punggung mulai muncul ruam merah. Berkelompok dan banyak. Demam reda, ruam merajalela. Saya pun mengingat2 gejala ini, teringat anak teman saya pernah mengalami hal serupa. Saya pun bertanya. Ternyata itu penyakit roseola infantum.
Roseola infantum adalah penyakit akibat virus herpes yang biasanya menyerang bayi berusia 9-12 bulan. Gejala yang dialami adalah peningkatan suhu tubuh mendadak dan tinggi diatas 39 derajat selsius. Saat deman turun mulai muncul bercak kemerahan atau ruam di bagian dada punggung dan bisa menyebar ke bagian wajah dan leher. Bercak merah tersebut bisa berupa timbul maupun datar.
Setelah mencari tahu, saya mulai lega. Untungnya saya tidak buru2 memberikan rafif antibiotik. Karena rafif ternyata memang terkena infeksi virus yang tidak membutuhkan antibiotik. Rafif hanya perlu istirahat dan makan serta minum yang banyak.
Selama sakit, tidak berkurang kelincahan dan keaktifan dia. Alhamdulillah.

Semoga rafif segera sembuh dan selalu sehat. Aamiin. Ayah sama ummi sayang sama rafif. I love you so much dear. Kiss kiss.